Jumat, 17 September 2010

Cerita cintaku

Cerita cintaku


Cerpen - KETULUSAN CINTA

Posted: 17 Sep 2010 03:52 AM PDT

Cerpen - KETULUSAN CINTA KETULUSAN CINTA. Fay menerawang langit-langit kamarnya, bayangan masa lalu yang ingin ia lupakan kini hadir kembali. 1 tahun lamanya ia memendam rasa kecewa pada Dio, mantan kekasihnya yang tiba-tiba memutuskan berpisah dengannya. Fay sempat bingung, toh selama ini dia tidak pernah membuat kesalahan apa-apa dengan Dio, tapi kenapa tiba-tiba dia ingin berpisah? Ini tak masuk akal, pikir Fay saat itu.


"Tapi kenapa, Di? Apa aku punya kesalahan sama kamu? Apa sikap aku ada yang kamu nggak suka?" saat itu Fay meminta penjelasan logis dari Dio yang tak berani menatapnya.
"Bukan, Fay… kamu tuh di mata aku sangat istimewa, dan akupun ternyata nggak pantes untuk milikin kamu, aku nggak lebih baik dari cowok-cowok lain," Dio menatap Fay dalam-dalam tapi seketika itu pun juga ia melangkah menjauhi Fay
"Alasan yang kamu buat bener-bener nggak masuk akal, dan kenapa kamu harus berpikiran kayak gitu? Aku nggak pernah ngerasa nggak cocok sama kamu, kenapa kamu rela nglepasin aku dengan alasan kamu nggak baik kayak cowok lain? Kamu tuh tetep yang terbaik di mata aku," potong Fay yang membuat Dio berhenti dan berbalik lalu memeluknya.
"Maafin aku, Fay! Mungkin emang sebaiknya kita pisah, dan esok akan ada cowok lagi selain aku…"Dio melepas pelukannya lalu meninggalkan Fay yang terpuruk disana…
Fay terbangun dan tersadar kalo semuanya udah berakhir dan nggak ada yang bisa ngerubah waktu itu lagi. Dan sekarang pun ia tak tahu dimana Dio sekarang…
***
Pagi hari di sekolah, Fay berjalan di koridor. Ia hendak berlari namun tangan seseorang menepuknya.
Ryan. Cowok berkulit putih, cakep, dan tentunya naksir Fay ini selalu menemui sang pujaan hatinya setiap saat untuk menarik perhatian Fay, namun tak satu pun sikap Ryan yang membuat Fay menerima cintanya.
"Kenapa, Ry?"
"Nggh, lo entar malam ada acara nggak?" untuk yang kesekian kalinya Ryan mengajak dinner Fay, namun sekian kali juga Fay menolaknya.
"Nggak! Emang kenapa?"
"Mau nggak dinner sama gue?" jantung Ryan udah mau copot, ia takut kalo akhirnya Fay tak mau diajaknya seperti hari-hari kemarin.
"Liat entar deh, kalo nggak sibuk ya? Akhir-akhir ini kan banyak banget ulangan. Entar gue kabarin ya? Dah."
Fay meninggalkan Ryan ke dalam kelasnya, Ryan hanya mendengus pelan, mungkin memang ia harus bersabar untuk menarik perhatian Fay yang susah sekali untuk didekati.
"Fay, lo diajak jalan Ryan lagi ya? Terus lo mau nggak?"Dita langsung menyerbu Fay dengan pertanyaan.
"Gue nggak jawab! Lagipula entar kalo ada ulangan, gimana? Dinner juga nggak penting,"
"Faya Arenita, lo mikirin nggak sih perasaan Ryan yang selalu ngajak elo jalan tapi nggak pernah lo turutin? Apa lo pikir dia nggak kecewa?"
"Kalo soal itu gue nggak nanggung, gue udah nolak dia dan ternyata dia masih nggak ngejauh, ya udah terserah dia."
"Tapi kenapa lo nggak ngebuka hati buat dia sih? Ryan itu baik, Fay. Dia sayang banget sama lo! Sekarang lo pikir deh, untuk apa Ryan terus ngikutin lo? Karena dia pengen cinta dari elo, Fay."
"Gue masih nunggu penjelasan dari Dio, gue nggak mau nerima kata putus dari dia sebelum gue tahu alasan yang sebenarnya dia ninggalin gue." Fay berkata tegas.
"Dio udah menghilang 1 tahun yang lalu, dan mungkin dia udah nggak inget elo lagi," Dita menasehati Fay yang terus-terusan mikirin Dio yang kabur entah kemana.
"Dio mungkin bisa nglupain gue, tapi gue masih berharap banget dia bakal balik… dan nggak akan ada seseorang lagi sebelum Dio menjelaskan semuanya,"
Nggak ada yang bisa ngerubah keputusan Fay, dia akan tetep nunggu Dio menemuinya dan menjelaskan kisah yang sebenarnya belum bener-bener berakhir karena Fay tak pernah menerima kata putus dari Dio.
***
Setiap hari Fay selalu melewati rumah Dio yang dulu, ia berharap bisa bertemu Dio duduk di depan rumahnya lalu melambaikan tangan sambil tersenyum menatapnya, namun tak pernah ia temukan sosok itu dan sering sekali ia melihat bayangan itu tapi sedetik kemudian hilang lagi. Fay selalu menanyakan keberadaan Dio pada tetangga sekitar rumah Dio, tapi nihil yang didapatnya, ia tak pernah mendapat jawaban keberadaan Dio yang sekarang.
Fay kembali ke rumahnya dengan perasaan campur aduk, entah karena capek, atau karena tak menemukan Dio di rumahnya. Seringkali Fay berfikir Dio benar-benar meninggalkannya dan nggak akan kembali. Tapi rasa kepercayaan Fay mengalahkan segalanya, ia akan terus bersabar sampai suatu saat nanti Tuhan akan mempertemukannya dan Fay yakin akan hal itu.
"Dio… aku masih nunggu kamu! Aku nggak akan ngebuka hati aku buat orang lain selain kamu… dan suatu saat nanti, kita bakal ketemu lagi, dan kamu akan memeluk aku, karena hati ini hanya dimiliki oleh satu orang, Cuma kamu…" Fay berkata di jendela kamarnya dan seolah-olah angin akan merekam ucapan Fay dan mengirimkannya pada Dio.
***
Fay dan Dita menelusuri mall selama 1 jam lamanya, mereka mencari buku untuk tugas di sekolah, namun tak juga menemukannya.
Fay menatap lurus seolah-olah ia melihat seorang yang selama ini memenuhi pikirannya. Dio. Fay melihat wajah itu kian berada di book store. Dan Fay yakin, ia tidak mimpi.
Tanpa berpikir panjang lagi dan sebelum orang itu menghilang, Fay menghampiri sosok tegap itu tanpa memberitahu Dita. Ia gugup sekali, takut Dio tak mengingatnya lagi…
"Dio," Fay memanggilnya penuh arti.
Sosok itu berbalik, dan betapa kagetnya saat ia melihat sosok gadis cantik di depannya. Dio pucat seketika melihat Fay melihatnya. Dia pun hendak berlari dari tempat itu.
"Apa kamu tega ninggalin aku lagi, setelah sekian tahun menghilang?" sambar Fay cepat sehingga Dio pun menghentikan langkahnya.
Fay tahu apa yang akan ia lakukan, memeluknya. Di dekapnya cowok itu erat tanpa peduli orang-orang melihatnya. Fay sudah lama tidak mendekap tubuh cowok yang sangat ia cintai.
"Jangan konyol!"Dio berkata sekeras mungkin dan melepas tangan Fay dari tubuhnya. Fay kaget, ia tak menyangka Dio sudah benar-benar melupakannya.
"Dio… kamu nggak kangen sama aku?" suara Fay melirih, menahan rasa sakitnya. Dio terpaku sesaat mendengar suara lembut itu.
"Kita udah nggak ada hubungan apa-apa lagi. Kamu harus ngerti,"
"Apa yang harus aku ngertiin lagi? Aku udah cukup ngerti untuk sabar nunggu kamu, tapi ternyata kamu nggak muncul-muncul untuk nemuin aku. Dan sekarang… aku bener-bener yakin nggak ada lagi aku di hati kamu kan? Kamu nggak mau ketemu aku, kamu ngehindarin aku, kamu nggak mau natap aku, kamu nggak mau aku peluk, itupun udah menjadi bukti aku nggak seberharga sampah yang mungkin malah lebih berarti daripada aku… apa kamu pikir setelah kamu menghilang dari aku, aku nggak bakal nyari kamu?"Fay mulai terisak, ia merasa dirinya sudah tak berarti bagi Dio.
"Jangan nangis! Aku nggak suka cewek cengeng!" Dio menjauh dari Fay seperti waktu Dio memutuskan hubungan dengan Fay 1 tahun yang lalu…
***
Dio masuk ke dalam rumah barunya, Fay melihat dari jauh di balik pohon halaman rumah Dio, Fay mengikuti langkah Dio saat ia keluar dari book store, dan sampailah ia di rumah Dio yang sekarang. Betapa senangnya Fay saat mengetahui dimana Dio tinggal dan ternyata dia baik-baik saja. Meskipun ia tak memperdulikannya…
Fay bertekad untuk menemui Dio di rumahnya, langkahnya pun gontai. Fay tak mau harapannya pupus di tengah jalan hanya karena Dio sudah melupakannya. Sesaat Dio muncul membukakan pintu saat ia mendengar ketukan.
Dio kaget melihat Fay, "Mau apa lagi?" Tanya Dio dingin.
"Aku belum mau berhenti ngejar kamu sebelum tahu apa yang terjadi," jawab Fay tegar.
"Udah nggak penting lagi, Fay. Buat apa kamu terus ngikutin aku? Sampai kapanpun aku nggak akan ngasih alasan apapun! Dan nggak ada alasan yang mesti aku ucap,"
"Dio, aku tahu kamu punya alasan! Jangan kamu pikir aku bodoh, percaya gitu aja sama kamu yang mutusin aku tanpa sebab yang jelas! Kasih tahu aku," jawab Fay cepat.
Sebelum Dio sempat menjawab, tiba-tiba muncul lelaki usia 40-an dan memakai pakaian putih sambil menenteng tas, seorang dokter.
Dio pucat melihat Dokternya itu datang saat Fay ada di rumahnya. Ia sudah tak bisa menyembunyikannya lagi.
"Dio, ini resep obat kamu, kemarin kamu sempat menelpon saya kan? Ya sudah, tebus lagi obatnya." Dokter itu memberikan sebuah resep lalu pergi dari tatapan Dio.
"Kamu sakit?" Fay sempat tertegun melihat resep yang kini Dio pegang.
"Buat apa aku jawab? Lagipula Cuma sakit kepala aja kok, dan ini bukan urusan kamu,"
"Dio! Kenapa kamu nganggep aku kayak orang lain? Aku bukan orang lain…"
"Kalo kamu bukan orang lain, terus siapa? Kamu bukan siapa-siapa aku!!" Dio menjerit.
"Kamu inget, dulu kamu bilang sama aku kalo kita ini akan terus sama-sama… kalo pun kita pisah, kita akan tetep saling menyanyangi… tapi kamu udah ngingkarin janji kamu! Padahal kamu bilang itu saat aku ulang tahun, dan itu permohonan kamu kan? Tapi kenapa kamu boong?" Fay terisak lagi.
Dio diem, betapa ia ingin memeluk tubuh mungil itu namun tak juga mempunyai keberanian. Dia hanya menatap Fay yang semakin terisak.
"Buat apa kamu dulu sayang sama aku, kalo kamu akhirnya akan tega kayak gini? Buat apa???" Fay teriak histeris.
Tangan Dio menarik lengan Fay ke dalam rumah, dia ingin menunjukan sesuatu.
"Kamu baca!"Dio memberikan dua lembar kertas putih pada Fay. Sesaat kemudian Fay terpaku dan membuka mulutnya lebar-lebar, kertas putih itupun jatuh ke lantai.
"Jadi ini? Ini alasan kamu ninggalin aku? Karena kanker otak?" Fay tak bisa lagi untuk tidak meneteskan air matanya yang udah terbendung di pelupuknya.
Dio diem...
"Kamu pengecut! Kenapa kamu nggak ngomong sama aku dari dulu? Kenapa?" Fay menggoyang-goyangkan tubuh Dio yang lemas, karena gadis yang sangat dicintainya kini sudah mengetahui penyakit yang dideritanya.
"Aku nggak mau kamu kasihan ngliat aku dengan keadaan kayak gini,"kata Dio datar.
"Bodoh! Cuma karena itu? Apa kamu juga nggak kasihan sama aku yang terus nunggu selama 1 tahun, hanya demi penjelasan dari kamu?" Fay menjatuhkan lututnya ke lantai dan menangis sepuas hatinya.
"Jangan cengeng, Fay! Aku nggak mau kamu tangisin,"
"Aku nggak nangisin kamu! Aku kecewa sama diri aku sendiri yang baru menyadari kalo... "
Fay tak melanjutkan kata-katanya, tangisnya semakin kenceng. Dio pun mengangkat lengan Fay dan membantunya berdiri.
"Maaf…"Dio memeluk Fay.
Fay menangis dalam pelukan Dio yang erat, dan Fay benar-benar kalut sekarang, ia akan terus bersama Dio atau tidak…?
"Fay, dengerin aku…" Dio berkata halus lalu mengusap air mata Fay yang terus mengalir deras di pipinya, "Kamu jangan nangis lagi ya? Entar kalo aku udah pergi… kamu baru boleh nangis. Tapi jangan--,"
"Diem!!! Aku nggak mau denger itu lagi!" Fay menutup telinganya.
"Maafin aku... aku harus ninggalin kamu, Fay. Meski itu bukan kehendak aku, tapi aku harus terima takdir ini…"
"Dio, percaya sama aku! Kamu nggak akan kemana-mana, kamu akan tetep disini sama aku! Kita udah janji untuk saling sama-sama, untuk--,"
"Sssstt…"Dio menaruh jari telanjuknya di bibir Fay. "Jangan terlalu berharap banyak, Fay. Belum saatnya…" potong Dio lirih dengan mata yang berkaca-kaca.
"Harusnya kamu bilang sama aku dari dulu! Tapi kenapa kamu ngerahasiain ini semua dari aku? Apa aku nggak berhak tahu?"
"Aku nggak mau kamu ikut repot! Aku pengen kamu bahagia sama cowok yang nggak pernyakitan kayak aku… nggak pantes! Kamu udah nggak pantes deket-deket aku lagi, Fay."
"Nggak! Asal kamu tahu aja, aku nggak pernah punya hubungan sama cowok lagi setelah sama kamu! Aku nggak mau posisi kamu di hati aku tergeser sama orang lain,"
Dio mencium kening Fay, dia benar-benar beruntung memiliki seseorang yang sangat mencintainya.
"Aku tahu… tapi kamu nggak tahu, setiap hari aku selalu ngikutin kamu kemana pun kamu pergi. Ke sekolah, jalan-jalan sama Dita, dan aku nggak pernah liat kamu sama cowok. Malahan kamu selalu lewat depan rumah aku yang dulu saat kamu pulang sekolah. Aku lihat kamu waktu itu duduk di jendela sambil neriakin nama aku… aku tahu semuanya, Fay." Jelas Dio details dari yang ia ketahui.
Fay melongo, ia tak menyangka Dio mengikutinya, "Aku tahu kamu masih sayang sama aku, tapi kamu janji ya nggak akan ninggalin aku?"
"Iya, aku akan terus ada di samping kamu, jadi aku bisa liat anak kamu nanti, terus aku bakal tersenyum liat kamu sama suami kamu, tapi aku hanya bisa liat dari surga." Jawab Dio tersenyum pada Fay.
"Kenapa kamu ngomong gitu sih? Apa kamu emang kepingin jauh dari aku? Aku nggak mau kamu ngrelain aku buat orang lain,"
"Fay, suatu saat pasti kamu punya suami… kamu hidup sama dia, sedangkan aku nggak, aku nggak bisa kayak kamu yang hidup lama…"
"Aku bilang kamu jangan ngomong itu! Kamu nggak boleh putus asa, Dio. Semuanya akan baik-baik aja…"
Dio mengembangkan senyumnya pada Fay yang terus saja terisak. Tapi nggak lama setelah itu, Dio memegangi kepalanya yang terasa berguncang hebat. Ia benar-benar tak bisa menahannya lagi.
"Dio… kamu kenapa? Kamu nggak bercanda kan? Dio…" Fay menutup mulutnya dan air matanya pun semakin deras melihat kekasihnya meraung-raung kesakitan, "Dio, obat kamu mana?! Cepetan kasih tahu aku! Dimana?" Fay mulai gelisah.
"Nggak, Fay! Obat aku sebenernya udah habis. Makanya dokter tadi nganterin resep obat yang mesti aku tebus. Tapi aku belum ke apotek kan? Aku…aku…" rasa sakit kepala Dio sudah tak bisa dikendalikan lagi, tanpa obat.
"Sekarang aku harus nebus!" Fay dengan cepat meraih resep yang tergeletak di meja. Tapi Dio mencegahnya.
"Ngapain kamu? Udah nggak ada waktu lagi! Apotek jauh, Fay!"
"Kalo gitu aku telpon Dokter!" Fay beranjak menelpon Dokter yang tadi menemui Dio.
"Aaaaaa... "
Fay menoleh, dilihatnya Dio kejang-kejang, ia langsung berlari memeluk Dio tapi tak mungkin, Dio sekarat. Dio…
"Kamu sabar ya… aku udah nelpon dokter," Fay berkata di sela-sela tangisnya.
***
Fay menghampiri Dio yang kini terbaring di rumah sakit, ia sudah sadar, dan Dio kini sudah bisa melihat Fay lagi.
"Dio…" Fay merintih.
Dio tersenyum.
"Bisa-bisanya kamu senyum dengan keadaan kamu kayak gini!" Fay membentak lirih, "Inget. Kamu jangan tinggalin aku, kalo kamu ninggalin aku, aku nggak akan maafin kamu!"
"Itu berarti kamu marah sama Tuhan, bukan sama aku!"
Fay menghela nafas… lalu mengeluarkannya.
"Dio, kata dokter kamu… kamu bisa selamat Asalkan kamu mau ya di ope..ra…si,"
"Itu nggak akan pernah aku lakuin! Aku nggak mau lupa sama kamu, sama kenangan kita, Fay. Biarin aku mati, tapi aku masih bisa inget kenangan kita."
"Dio… aku janji, kalo aku bakal ngingetin kamu terus! Aku akan sabar, tapi kamu mau ya? Please… untuk aku?" Fay terus membujuk Dio.
"Fay, aku nggak akan mau. Kamu mungkin bisa ngomong gitu. Tapi kalo aku nggak bisa inget? Aku nggak mau jadi beban buat kamu…"
"Tapi apa kamu tega, ninggalin aku?"
Dio meraih tubuh Fay dan memeluknya erat. Mungkin ini adalah pelukan terakhirnya…
"Aku sayang kamu, Fay!" kata Dio masih memeluknya
"Aku juga, Dio. Kamu jangan pergi ya? Aku nggak bisa jauh dari kamu... "
Namun pelukan itu tiba-tiba terlepas, dan Fay pun bisa merasakannya. Betapa terkejutnya ia saat melihat Dio yang tak tersadar, Fay mendekatkan telinganya di dada Dio, tak terdengar lagi detak jantungnya. Berarti...
Fay menjerit, ia lalu pingsan dan terjatuh tepat di atas tubuh Dio.
***
Tepat 1 tahun kematian Dio, dan Fay pun pergi ke pemakaman tempat ia dimakamkan.
"Pagi, Dio… kamu masih inget nggak permohonan kamu yang kamu ucapin waktu ulang tahun aku? Kamu minta supaya kamu bisa sama-sama aku terus. Dan kamu inget nggak, kamu pernah ngasih kado kalung buat aku... aku masih simpen, tapi... aku kembaliin ya? Mungkin dengan kayak gini, aku bisa tenang. Kamu tahu nggak, aku lulus! Barusan aja aku liat pengumuman. Dio … kalo aja, kamu sekarang di deket aku, pasti aku sama kamu lagi ngerayain kelulusan kita..." kata Fay lalu meletakkan kalung yang dibawanya di atas gundukan tanah itu.
"Makasih atas semuanya!" Fay meninggalkan pemakaman Dio dan masuk ke dalam mobilnya…

***
End

Penulis,

Nama : Titian Ratna Gumilang
Email : iand.pinky@yahoo.com
Facebook : kupu10@yahoo.com
Alamat : Jl. Logawa Barat No. 344 Cilacap
Donan - Jateng
53222





0 komentar:

Create a Meebo Chat Room
Cinta © 2008 Por *Templates para Você*