Kamis, 30 September 2010

Cerita cintaku

Cerita cintaku


True Story By True Match (www.findyourtruematch.com)

Posted: 30 Sep 2010 04:59 AM PDT

True Story By True Match (www.findyourtruematch.com) True Story By True Match (www.findyourtruematch.com). Dennis goes through his everyday life with religious routines. Wake-up in the morning, Take a quick shower, get ready for work and get his brother to drive him to the Bus way station, as he commutes using Bus way to go and back from work. One day, Dennis met a lady on his way to work, and had his eye on her ever since. The cupid is on his side, as he found out, she took the bus way everyday, at the same time and at the same direction as his. However, he's too shy to introduce himself to her. It's been going on for almost a year now. He was eying her every moves, make sure that she's save. There's this one occasion when the bus made a sudden break and he had to swoop her to save her from falling off. Still, he has no courage whatsoever to introduce himself to her. Or even making some idle conversation. Exchanging gazes and friendly smile every now and then. He's been telling his friends about this matter, they all laugh at him and told him he's a coward for not introducing himself. He always told them that there wasn't an appropriate time. Numerous of times he's been prepping up himself to introduce himself to her, big sweats rolling down his chin and eventually he gotten cold feet and made up excuses to himself that there's always next time. His worries sounds
ridiculous but humane, he was worried that she's already had a boyfriend or some sort or she might feel awkward and therefore ruin the year-long gazes and little excitements he looks forward to each day. The one thing that boost his mood to start off the day. Every body even the bus conductor knew his feelings towards her from his gestures or his gazes to her.

One day, Dennis found Ms. x was not there. He felt disappointed, but the next day went by but he also didn't see her. Probably She stopped using the bus way. Dennis feel frustrated, in which he pours his thought onto twitter and facebook...

whats next..? find the everyday story and the results on www.findyourtruematch.com

Story by : My Truematch (twitter : @My_TrueMatch)


Rabu, 29 September 2010

Cerita cintaku

Cerita cintaku


SMS Gratis - Send Free SMS To CDMA And GSM

Posted: 28 Sep 2010 02:18 PM PDT

SMS Gratis - Send Free SMS To CDMA And GSM. Hallo teman-teman cerita cinta semua, saya rasa kamu akan suka dengan postingan kali ini. Sms gratis, saya akan menyediakan fasilitas bagi kamu yang doyan ber-sms dengan teman atau pacar kamu. Jangan takut, ini gratis (pada suka sama yang gratisan kan hehehe).

SMS Gratis - Send Free SMS To CDMA And GSM

Caranya cukup mudah, kamu hanya perlu mengisi nomor telp yang dituju dan mengisi pesannya, tapi jangan lupa untuk menulis nama kamu pada pesan tersebut karena tentu saja si penerima tidak akan tahu siapa yang mengirim sms kepadanya jika tidak kamu kasih tahu. Sedikit cerita, mungkin apabila kamu sedang tidak memiliki pulsa tapi ada kebutuhan yang penting, maka kamu bisa mengunjungi blog cerita cinta dan kemudian menggunakan fasilitas ini. Dan juga, mungkin ketika kamu lupa dimana meletakkan handphone kamu, maka kamu bisa mencarinya dengan mengirim sms ke hp kamu tersebut dan mendengar nada dering dari pesan tersebut (kalau hp kamu make getar ya pasrah aja haha). Ok deh cukup basa-basinya, bagi kamu yang ingin mencoba silahkan gunakan kotak di bawah ini...


SMS Gratis - Send Free SMS To CDMA And GSM



*Credit to sms-online.web.id


Selasa, 28 September 2010

Cerita cintaku

Cerita cintaku


Cerpen GADIS KECIL DAN MUKENA PUTIHNYA - Titian Ratna Gumilang

Posted: 27 Sep 2010 02:35 PM PDT

Cerpen GADIS KECIL DAN MUKENA PUTIHNYA - Titian Ratna Gumilang. Cerpen kali ini ditulis dan dikirim oleh teman kita Titian Ratna Gumilang (maaf, tulisan sudah lama dikirim tapi saya baru menemukan filenya). Selamat membaca...

Cerpen GADIS KECIL DAN MUKENA PUTIHNYA

Cerpen GADIS KECIL DAN MUKENA PUTIHNYA

Gadis kecil berumur 8 tahun itu mengelap keringat yang membasahi keningnya. Namanya Ai. Baru dua hari dia dan ibunya menginjakkan kakinya di Jakarta. Mereka ingin mengadu nasib disini. Tapi mencari pekerjaan di Jakarta tidaklah segampang memetik daun di pohon. Ai dan ibunya sudah terbiasa hidup berdua. Bapaknya meninggal saat Ai masih di dalam kandungan. Jadi, ibunya lah yang harus menjadi tulang punggung untuk dirinya dan Ai.

Ai mengamati wajah ibunya yang kelelahan menunggu pembeli membeli kue pukis buatannya. Mungkin karena usianya sudah 50-an. Enam jam sudah mereka ada disini namun tak kunjung ada pembeli yang mencicipi kue mereka. Maklum saja, sudah begitu banyak pedagang kaki lima yang berjejeran di jalan Perintis Kemerdekaan.

"Ayo kita pulang saja, bu. Wajah Ibu pucat sekali." Ai mengajak ibunya untuk segera berkemas-kemas pulang. Namun ibunya hanya geleng kepala.

"Ibu tidak apa-apa."

Ai diam. Ia tidak bisa memaksakan kemauan ibunya untuk tetap disini. Gadis kecil itu melihat jam dinding yang tergantung di gerobak kue pukisnya. Jarum jam menunjukan 15.30. Ai membuka tas ranselnya dan mengeluarkan mukena putih.

"Ai ke musola dulu ya, bu. Nanti gantian Ai yang tunggu dagangan." Ai pamit pada ibunya lalu berjalan ke musola yang cukup jauh dari tempat ia berjualan.

Beberapa menit kemudian sampailah Ai di musola kecil dan warna cat-nya sudah mulai pudar. Dia melepas sandalnya dan berwudhu di samping musola itu. Langkahnya begitu cepat saat Ai melangkah ke dalam musola, ia takut terlalu lama meninggalkan ibunya sendirian. Di musola itu tidak banyak orang, hanya satu dua yang bersembahyang.

Ai dengan khusyuk melantunkan doa dan bersujud kepada-Nya. Tak lupa ia berdoa agar ibu dan dirinya diberi ketabahan menjalani kehidupannya dan selalu diberi kesehatan agar mereka bisa terus berjualan di Jakarta.

Ai melipat mukenanya dan menentengnya sampai keluar musola. Dengan langkah yang lumayan cepat dia berjalan ke tempatnya berjualan. Untung saja Ai tidak lupa arah jalan yang tadi dia lalui.

Gadis kecil itu tersentak melihat sekelompok satpol PP memasukkan gerobak-gerobak ke dalam mobil. Baru saja terjadi razia. Mata Ai menatap sekeliling. Ia tidak melihat sosok ibunya. Disana sepi, tidak ada orang yang lalu lalang di jalan itu. Ai yang masih memegang mukenanya langsung berlari mencari ibunya. Pikirannya tak karuan. Air matanya pun tak kuasa ia tahan lagi.

Kaki kecilnya sudah tidak bisa berlari lagi, namun Ai tetap bersikeras mencari. Ia sangat takut terjadi apa-apa dengan ibunya. Perlahan-lahan ia berjalan menelusuri semua jalan dan berharap ibunya muncul. Tapi, sosoknya tak juga terlihat. Ai semakin takut. Segala penyesalan seperti menggerogoti pikirannya.

"Ibu…."

Nafasnya terengah-engah. Ia memutuskan untuk berhenti sejenak di bawah pohon di pinggir jalan. Dia mengatur nafasnya dan berusaha untuk tenang. Tapi, lagi-lagi air matanya tidak bisa ia bendung sehingga mukenanya sedikit basah. Doa selalu Ai ucapkan agar Allah mempertemukan dia dengan ibunya.

"Ibu… seharusnya Ai tidak membiarkan ibu sendiri. Ini semua salah Ai." Ai masih terus bergumam.

Pukul 17.02 Ai tak juga letih untuk tetap mencari. Ia sangat berharap ibunya ada di gubuk tempat mereka tinggal. Tapi, Ai sendiri juga tidak ingat arah jalan pulang karena baru dua hari dia tinggal disini. Jakarta pun sangat luas, tidak seperti desa yang jalannya bisa dikira-kira.

Ai semakin gelisah ketika dia menyadari saat tadi dia meninggalkan ibunya dengan keadaannya yang kurang baik. Wajah ibunya yang pucat semakin membuat Ai bersalah telah meninggalkan ibunya sendiri dan terpogoh-pogoh menghindari razia satpol PP.

Adzan Maghrib yang berkumandang membuat Ai mencari musola. Dia mendapati sebuah masjid dan masuk mencari tempat untuk berwudhu.

Mukenanya ia pakai dan menghadap-Nya untuk meminta petunjuk-Nya. Gadis kecil itu segera menunaikan ibadah sholat Maghrib.

"Ya Allah, berikanlah petunjuk agar Ai bisa menemukan ibu. Ai takut terjadi apa-apa dengan ibu. Dimana dia sekarang? Jagalah ibu Ai, Ya Allah. Tolonglah Ai agar Ai bertemu ibu. Ibu Ai sedang sakit, Ai ingin menjaga ibu. Ai mohon, Ya Allah, pertemukanlah kami."

***

Ai melangkahkan kakinya di trotoar. Ia sendiri tidak tahu dimana dia berada. Tujuannya hanya satu yaitu menemukan ibunya dan membawanya pulang. Tapi, jangankan membawanya pulang, bertemu saja belum.

Gadis itu merasakan sesuatu di perutnya. Perih. Sepertinya perutnya minta diisi. Namun, seperak pun ia tak punya. Bagaimana ia bisa makan? Ai menatap sebuah keluarga yang sedang menyantap makanan di warung lesehan. Perutnya semakin perih.

Seseorang dari keluarga itu memberikan selembar uang seribu pada Ai. Dengan halus ia menolaknya, "Maaf, saya tidak minta-minta."

Ai kembali melanjutkan perjalanannya yang sempat terpotong karena perutnya yang rewel. Ia berjalan sendiri di keramaian malam minggu kali ini dengan ditemani mukenanya yang terus ia peluk sepanjang jalan.

Langkah Ai terhenti saat ia menemukan sebuah sungai. Ia jadi ingat dengan kehidupannya di desa, hampir setiap hari dia dan ibunya mencuci di sungai sambil bercerita.

"Ibu, seandainya saja kita masih tinggal di desa. Pasti sekarang ibu sedang mendongeng untuk Ai," gumam Ai pelan.

Ai melihat sekeliling jalan yang memang sangat sepi. Daerahnya menyeramkan. Dan akhirnya malam ini ia memutuskan untuk tidur di pinggir sungai itu dan melanjutkan mencari ibunya besok pagi. Gadis kecil itu tampaknya sangat kelelahan. Mukena putihnya dilipat dan untuk bersandar kepalanya. Ai sama sekali tidak takut dengan suasana malam itu. Ia tetap bisa tertidur meski kegelisahan menyelimuti dirinya.

***

Ai mencuci mukanya dengan air sungai yang lumayan jernih itu. Dihirupnya udara pagi ini. Tidak sesegar perasaan yang bergemuruh di hatinya. Dengan cepat ia membenahi mukena putihnya lalu berjalan meninggalkan sungai. Baru satu langkah, terdengar suara yang sepertinya dari perut Ai. Dari kemarin perutnya tak juga berhenti minta diisi. Tapi sepertinya Ai tak menghiraukannya, ia lebih memilih mencari ibunya daripada mengurusi sakit perutnya.

Perjalanan hari ini terasa berat sekali untuk Ai. Berjalan tanpa ada sang ibu di sisinya. Padahal setiap hari ibunya selalu ada di dekat gadis mungil itu. Maklum saja, ibunyalah yang mengurusi Ai dari bayi sampai sekarang hingga Ai sudah bisa mengerti arti kasih sayang ibu.

Ai menghentikan langkahnya saat dia melihat empat gadis remaja sedang membagikan kotak makanan kepada anak-anak kecil di Musola. Perutnya semakin perih. Tapi Ai tetap bersikeras untuk tidak meminta-minta, ia yakin Tuhan pasti akan memberikan sesuatu yang lebih tanpa harus minta dikasihani.

Salah seorang gadis remaja berpakaian warna putih memperhatikan Ai yang berdiri di bawah pohon sambil melamun. Sepertinya gadis remaja itu mengetahui apa yang Ai rasakan sehingga dia mengambil satu kotak makanan dan menentengnya lalu mendekati Ai.

"Hai, adik kecil. Kenapa kamu berdiri disini? Ayo ikut kakak."

"Tidak, kak. Terimakasih."

"Loh, kenapa? Emh, siapa nama kamu?"

"Nama saya Ai."

"Nama kakak Mifta. Ya sudah, kalau Ai tidak mau ikut. Tapi, Ai harus menerima ini." Mifta menyerahkan kotak yang ia bawa pada Ai.

"Tidak usah, kak."

"Tidak apa-apa. Kakak disini sedang membagikan makanan untuk anak-anak. Kalau Ai tidak mau, Ai bisa memberikannya untuk ibu dan bapak Ai di rumah."

Ai menunduk, "Bapak saya sudah meninggal, dan saya baru saja terpisah dengan ibu saya."

"Kenapa bisa terpisah?"

"Saya dan ibu adalah pedagang kaki lima. Waktu itu saya ijin sholat ashar dan meninggalkan ibu jaga sendirian di gerobak kami. Tapi, saat saya kembali menemui ibu, disana tidak ada siapa-siapa karena Satpol PP baru saja mengadakan razia. Sampai sekarang saya tidak tahu keberadaan ibu." muka Ai kembali murung.

"Kakak tahu perasaan Ai saat ini. Tapi, Ai harus tegar. Ai berdoa pada Allah supaya Ai dipertemukan ibu. Kakak yakin kalau Ai mau sabar, Ai akan bertemu ibu lagi."

"Iya, Ai akan sabar. Kata ibu, Allah sangat suka dengan orang-orang yang sabar."

"Ya sudah, sekarang Ai makan ini ya? Ai pasti lapar kan?"

Ai langsung melahap makanan yang diberikan Mifta padanya. Ternyata Tuhan mengutus seseorang untuk menjadi dewi penolongnya. Selesai makan, Ai ikut membantu membagikan kotak makanan untuk anak-anak yatim piatu bersama Mifta dan yang lain.

"Ini mukena Ai?" tanya Mifta pada Ai.

"Iya, ini mukena buatan ibu. Dulu ibu mencari kain yang sudah tidak terpakai lalu ibu membuatkan Ai mukena."

"Begitulah kasih sayang seorang ibu. Ai harus bangga mempunyai ibu seperti ibu Ai. Oh iya, kakak tinggal bersama teman-teman kakak di rumah sederhana. Kalau Ai mau, Ai bisa tinggal bersama kakak." Mifta menawarkan tempat tinggal untuk Ai.

Tapi gadis kecil itu hanya geleng-geleng kepala, "Ai tidak mau merepotkan kakak dan teman kakak yang lain."

"Memangnya siapa yang direpotkan? Ai sama sekali tidak merepotkan kakak dan teman-teman kakak."

Akhirnya Ai menurut. Untuk sementara Ai tinggal bersama para gadis itu. Rumah yang dibilang sederhana ternyata sangat mewah. Apalagi rumah berlantai tiga hanya ditempati empat orang saja.

Malam ini, Ai berada di kamar Mifta yang sangat luas. Gadis remaja itu sangat baik kepada Ai. Dan ini membuat Ai kagum pada Mifta yang sangat murah hati.

"Kakak ini seorang penulis. Sejak kecil, kakak senang sekali menulis cerita. Dengan menulis, kakak bisa mencurahkan semuanya di buku lalu dikembangkan menjadi sebuah novel. Seharusnya kakak harus menulis bulan ini, tapi kakak belum dapat inspirasi," ujar Mifta.

"Menulis tentang Malin Kundang saja, kak."

"Itu kan cerita rakyat."

Lagi-lagi muka Ai berubah murung, "Setiap malam, ibu selalu mendongeng cerita rakyat untuk Ai. Sekarang, ibu dimana Ai tidak tahu. Disana ibu baik-baik saja tidak ya?"

"Ai, tadi kan kakak sudah bilang. Ai harus percaya sama Allah. Ai tahu kan kalau Allah tidak akan memberikan cobaan diluar kemampuan manusia? Allah pasti akan menjaga ibu Ai dimanapun dia berada." untuk ke sekian kalinya Mifta menghibur Ai.

"Sekarang, Ai tidur. Sudah malam. Besok kakak tidak ada kuliah. Jadi, kakak akan menemani Ai mencari ibu Ai," ucap Mifta membuat Ai sumringah lalu berlari ke atas tempat tidur dan terlelap.

***

Selama lima jam Ai dan Mifta berkeliling mencari sosok ibu yang sangat berarti untuk Ai. Namun, selama itu juga belum ada tanda-tanda ada ibu Ai. Diam-diam Mifta kagum dengan usaha Ai yang tidak kenal lelah.

"Ai tunggu sini ya, kakak mau beli minuman dulu. Jangan kemana-mana." Mifta langsung berjalan menuju toko yang lumayan jauh dari bangku yang diduduki Ai.

Mata Ai tiba-tiba menyipit saat sekelompok Satpol PP sedang menaikkan gerobak-gerobak ke atas mobil. Kakinya langsung bergerak ke arahnya. Ai langsung menarik-narik seragam salah seorang petugas itu.

"Dimana ibu saya?! Kembalikan ibu saya! Kembalikan! Seharusnya bapak sedikit punya perasaan. Pedagang kaki lima juga butuh makan. Bapak tidak tahu kan, ibu saya sedang sakit saat razia itu!" Ai berteriak.

Petugas Satpol PP itu terkejut melihat tingkah Ai lalu berusaha melepaskan cengkeraman Ai, "Eh, anak kecil. Sedang apa kamu? Saya tidak tahu dimana ibu kamu. Lagipula, sudah tahu dilarang berjualan disini, masih saja keras kepala."

"Tapi kalau bapak mengusirnya dengan baik-baik, saya tidak akan kehilangan ibu saya. Bapak seharusnya tidak memperlakukan mereka semua seperti hewan!"

"Eh, anak kecil jangan sembarangan sama orang tua." hampir saja petugas Satpol PP itu mendorong tubuh Ai, tapi Mifta tiba-tiba datang dan menghalanginya.

"Bapak tidak perlu kasar. Jangan mentang-mentang dia hanya anak kecil. Bapak seharusnya juga bisa menghargai kritikan seorang anak. Ayo, Ai. Kita pergi dari sini." Mifta menarik tangan Ai dan berlalu dari hadapan petugas Satpol PP.

Mifta menghapus air mata yang turun dari pipi Ai, "Kakak tahu sekali perasaan Ai saat ini. Tapi, Ai tidak boleh seperti itu. Bagaimanapun juga dia itu orang tua yang harus dihormati."

"Tapi, mereka semua terlalu kasar saat mengadakan razia. Dan Ai tidak percaya kalau itu semua akan terjadi pada ibu."

"Iya, kakak setuju dengan Ai. Tapi, mungkin memang seperti itu cara kerja mereka. Sekarang lebih baik kita pulang saja. Kakak janji besok kita akan mencari ibu Ai lagi."

***

"Ya ampun, Ai lupa. Tadi sore Ai sholat di Musola. Mukena Ai ketinggalan disana, kak. Soalnya tadi Ai sedang masak air, jadinya buru-buru pulang." Ai tiba-tiba menepuk jidatnya.

"Ya sudah, ayo kakak temani Ai mengambil mukena."

Setelah Mifta mengunci pintu rumahnya, mereka berdua berjalan ke

Musola Al-Hidayah untuk mengambil mukena Ai yang ketinggalan. Ai melepas alas kakinya lalu masuk dan baru satu langkah ia masuk, Ai dikejutkan oleh seseorang yang sedang memegang mukenanya dan dia adalah sosok yang sangat Ai kenal.

"Ibu...." Ai langsung memeluk sosok itu yang memang adalah ibunya.

"Ai, anakku. Kemana saja kamu, nak?" Ibu Ai menangis sambil terus memeluk erat anaknya.

"Ibu, Ai mencari ibu. Ai takut sekali kalau Ai tidak akan bertemu ibu lagi."

"Ibu saat itu mencari Ai. Tapi ibu tidak tahu Musola tempat Ai sholat, jadi ibu kira Ai akan pulang. Tapi, ibu lupa kalau Ai tidak hafal jalan pulang. Ibu dari kemarin mencari Ai, lalu ibu kebetulan tadi ke Musola ini dan menemukan mukena Ai, dan ibu yakin sekali Ai pasti akan kesini mengambil mukena ini."

Ai belum juga melepas pelukannya, "Maafkan Ai, ibu. Ai sudah menyusahkan ibu."

"Tidak, nak."

Ai tiba-tiba ingat dengan Mifta yang daritadi berdiri di sampingnya, "Ibu, ini kak Mifta. Dia yang menolong Ai dan mengajak Ai tinggal di rumahnya. Dia baik sekali."

"Terimakasih, nak sudah mau menolong Ai."

"Sama-sama, ibu."

"Kak, terimakasih ya sudah mau mengijinkan Ai tinggal di rumah kakak. Kakak adalah malaikat yang diutus Tuhan untuk membantu Ai. Ai senang sekali bisa bertemu dengan orang sebaik kakak. Berkat kakak, Ai bisa berkumpul lagi dengan ibu. Kakak jaga diri baik-baik yah? Kapan-kapan Ai akan mampir ke rumah kakak," ucap Ai memeluk Mifta.

"Iya, Ai. Ai juga jaga diri baik-baik ya? Kakak pasti akan rindu sekali dengan Ai. Oh ya, jaga ibu juga ya? Kakak pamit dulu. Mari, bu."

Mifta memutar badannya dan berjalan ke luar Musola. Ia sangat senang karena Ai sudah menemukan ibunya dan bisa berkumpul lagi.

Mifta menyalakan laptop-nya. Berkat Ai, dia sudah menemukan inspirasi untuk menulis cerita. Dan dia langsung menulis judul cerita itu: Gadis Kecil dan Mukena Putihnya.

-END-



BIODATA PENULIS


Nama Lengkap : Titian Ratna Gumilang

Tempat Tanggal Lahir : Cilacap, 30 Maret 1994

Alamat Rumah : Jln. Logawa Barat No. 344 Cilacap Selatan

Jawa Tengah - Donan

Alamat E-mail : iand.pinky@yahoo.com

Alamat Facebook : kupu10@yahoo.com

No. Hp : 081903060082


Rabu, 22 September 2010

Cerita cintaku

Cerita cintaku


Cerpen - ketika kau tak peduli

Posted: 22 Sep 2010 12:48 AM PDT

Cerpen - ketika kau tak peduli. Cerpen yang berjudul ketika kau tak peduli ini adalah kiriman dari sahabat cerita cinta yang bernama Nia Wahyu Pratiwi, maaf ya saya baru sempat mempublikasinya sekarang, karrena kesibukan saya di bidang lainnya. Ok langsung saja silahkan baca cerpen di bawah ini...jangan lupa untuk nge-Add si penulis ya ke facebook kamu :D.


Cerpen - ketika kau tak peduli

Cerpen - ketika kau tak peduli

" Mas, apa kamu benar benar sayang sama aku?"
" Mengapa kau bertanya seperti itu?tentu saja aku sayang sama kamu"
" Tapi aku ragu,"
" Apa yang kamu ragukan dek?"
Aku terdiam, tangan lembutnya menggenggam tanganku. Tatapan matanya yang tajam membuatku tak bisa menahan air mata, aku kangen tatapan itu, tatapan saat pertama kali kau menyatakan cinta padaku.
" Adek, gak percaya sama mas?"
" Bukan itu, tapi..."
" Tapi apa?"
" Tapi mas selalu cuek sama aku, mas gak pernah memikirkan aku, mas ga peduli dengan aku, gak peduli dengan semua yang aku lakukan, bahkan mas gak pernah cemburu saat aku mengatakan akan pergi dengan cowok lain, apa itu yang namanya sayang? mas sudah berubah, gak seperti dulu lagi !!"
Emosi ku sudah tak bisa terkontrol lagi, air mata semakin deras menetes dipipiku, dia hanya terdiam. mungkin sedikit kaget mendengar omonganku yang agak berteriak.
" Kenapa kau hanya diam mas? apa kamu sudah gak sayang lagi sama aku?"
" Adek tenang dulu yah, "
Dia tak menjawab apapun, ditariknya badanku dan dibiarkannya bersandar dibahunya yang lapang, aku merasakan detak jantung yang tak beraturan.

Aku bosan, dan aku benar benar jenuh. Hubungan ku dengan kekasihku terasa sangat datar dan biasa biasa saja. awalnya aku sangat bahagia. karena dia seorang pria yang sangat sempurna bagiku. dia dewasa, perhatian, pengertian, setia dan slalu membuatku tersenyum. tak pernah sedikitpun dia marah padaku. bahkan dia tak pernah sedikitpun melarang aku bergaul dengan siapa saja. aku senang, karena dia tidak membatasi aku dalam berteman.
tapi 10bulan berlalu semua masih seperti itu, bahkan aku merasa sikapnya menjadi semakin acuh dan seperti tak peduli lagi dengan apa yang aku lakukan. aku mulai ragu akan sikapnya, terlebih dia tak pernah merasa cemburu saat aku bilang akan pergi dengan cowok lain. apa itu yang namanya sayang ?

malam itu aku tak bisa tidur, Dalam hatiku masih tak tenang, mengapa kau hanya diam mas, mengapa tak kau jawab? apa benar kau sudah tak sayang lagi sama aku ?

pagi itu aku terbangun karna sinar mentari menelusup masuk kamar kos ku melalui ventilasi diatas jendela. mataku masih sembab, tadi malam aku menangis hingga tertidur. kembali teringat peristiwa semalam, tapi aku tak bisa menangis lagi. mungkin karena air mataku sudah habis kukuras semalam.
drrt.. drrt...
1 pesan singkat kuterima pagi itu, aku masih terbaring diatas tempat tidur, kuraih handphone diatas meja dekat tempat tidurku.
" sayang,,, "
" bukannya aku aku sudah tak sayang lagi sama kamu, sampai detik ini pun aku masih sangat menyayangimu.
mungkin aku gak memikirkanmu, itu menurutmu. tapi kau tau, disini aku selalu memikirkan keadaanmu, setiap saat. sebelum tidur, bangun tidur aku selalu inget kamu, tak pernah aku melupakanmu sedetikpun .
mungkin aku terlalu cuek dan gak peduli denganmu, itu menurutmu, tapi kau tau aku selalu mencari tau apa yang kau lakukan diluar sana, dengan siapa dan kemana kau pergi hari ini. itu karena aku sangat mengkhawatirkan kamu.
mungkin aku gak pernah cemburu, saat kau mempunyai teman pria. itu menurutmu. tapi kau tau, aku sangat cemburu dan sakit saat kau mengatakan kau akan pergi dengan pria lain, ingin rasanya aku marah, tapi percuma karena aku tak tau apa yang kamu lakukan disana. disini aku cuma bisa berdoa, semoga kamu setia dan gak macam macam disana. aku tak mau menjadi protektiv padamu, karena aku tak ingin kau menjauhiku.
aku tau kamu pasti paham mana batas batasnya. modalku cuma yakin dan percaya sama kamu, sayangku..."
tak terasa air mata menetes dipipiku, lagi. ku mengumpulkan cukup kekuatan untuk membaca kelanjutan smsnya .
" Sejak awal aku serius menjalani hubungan ini, aku tau aku jauh dari sempurna, tapi aku pengen memberikan yang terbaik untukmu, ingin melihat mu selalu tersenyum. berusaha membuatmu senang didekatku, melindungi mu dengan segenap tenaga yang aku punya saat ini. kamu sangat berarti untuku. kamu adalah harapan ku.
Sampai kapanpun aku tak akan pernah berubah, akan selalu sayang kamu. tak akan pernah berubah untuk jaga komitmen hidup bahagia dengan kamu kelak.
Sayang, kamu memang kecil, tapi punya makna yang besar bagiku. sekarang masih kah kau mengijinkanku menjadi pendamping hidupmu dan menemanimu?"

tanganku bergetar, air mataku tak bisa berhenti menetes, dengan segera ku balas pesan singktnya.
"sayang, maafkan aku, aku tak pernah memikirkan semua ini. aku ingin kau terus menjadi pendampingku"
" Kalau begitu, bisakah kau buka pintu kamarmu?"

tanpa pikir panjang, aku berlari membuka pintu kamar kosku, kulihat seorang pria dengan senyumnya yang dulu pernah membuatku jatuh cinta. dengan setangkai mawar merah ditangannya,
aku langsung memeluknya, aku sadar aku sangat menyayanginya.
" Aku sayang kamu"


Penulis =

Nama Kamu : Nia Wahyu Pratiwi
Email Kamu : nyagh.aiiu@gmail.com
Email Facebook : nyagh.cantique@yahoo.co.id
Alamat YM : nyagh_cantique
Tempat Tinggal : Jl. Pandan Sari 1/102 RT 06/II Kel. Sawah Besar Kec. Gayam Sari Semarang

Pesan Tulisan
: jangan memandang segala sesuatu dari sudut pandang kita sendiri, cobalah lihat dari sudut pandang orang lain.


Senin, 20 September 2010

Cerita cintaku

Cerita cintaku


Video Dan Foto Bondan Prakoso

Posted: 19 Sep 2010 07:25 AM PDT

Video Dan Foto Bondan Prakoso. Saya yakin banyak teman-teman yang sudah kenal dengan nama satu ini, bondan prakoso. Tapi mungkin ada beberapa teman cerita cinta yang belum mengetahui bahwa bondan adalah mantan penyanyi cilik dulunya. Ia sangat terkenal dengan lagu "si lumba-lumba". Bondan dari dulu menjadi bahan pembicaraan, salah satunya yang terheboh adalah bondan memperkosX enno lerian. Oalah ada-ada saja, padahal ketika gosip tersebut beredar, bondan dan enno masih sangat kecil. Dan yang lebih anehnya, gosip itu beredar diantara anak-anak seusianya, bukan dikalangan remaja.

Nah sekarang bondan bukan lagi penyanyi cilik, melainkan penyanyi yang memiliki ciri khas di tiap-tiap lagunya. Lagu terbaru yang diminati banyak orang adalah lagunya yang berjudul Ya sudahlah.

Lagu tersebut sangat easy listening dan enak didengar. Lagu tersebut mengangkat kembali nama bondan di dunia permusikan tanah air kita. Ok deh, saya akan membagikan foto dan video dari bondan.

Foto Bondan Prakoso

Foto Bondan Prakoso

Bondan prakoso video




Jumat, 17 September 2010

Cerita cintaku

Cerita cintaku


Cerpen - KETULUSAN CINTA

Posted: 17 Sep 2010 03:52 AM PDT

Cerpen - KETULUSAN CINTA KETULUSAN CINTA. Fay menerawang langit-langit kamarnya, bayangan masa lalu yang ingin ia lupakan kini hadir kembali. 1 tahun lamanya ia memendam rasa kecewa pada Dio, mantan kekasihnya yang tiba-tiba memutuskan berpisah dengannya. Fay sempat bingung, toh selama ini dia tidak pernah membuat kesalahan apa-apa dengan Dio, tapi kenapa tiba-tiba dia ingin berpisah? Ini tak masuk akal, pikir Fay saat itu.


"Tapi kenapa, Di? Apa aku punya kesalahan sama kamu? Apa sikap aku ada yang kamu nggak suka?" saat itu Fay meminta penjelasan logis dari Dio yang tak berani menatapnya.
"Bukan, Fay… kamu tuh di mata aku sangat istimewa, dan akupun ternyata nggak pantes untuk milikin kamu, aku nggak lebih baik dari cowok-cowok lain," Dio menatap Fay dalam-dalam tapi seketika itu pun juga ia melangkah menjauhi Fay
"Alasan yang kamu buat bener-bener nggak masuk akal, dan kenapa kamu harus berpikiran kayak gitu? Aku nggak pernah ngerasa nggak cocok sama kamu, kenapa kamu rela nglepasin aku dengan alasan kamu nggak baik kayak cowok lain? Kamu tuh tetep yang terbaik di mata aku," potong Fay yang membuat Dio berhenti dan berbalik lalu memeluknya.
"Maafin aku, Fay! Mungkin emang sebaiknya kita pisah, dan esok akan ada cowok lagi selain aku…"Dio melepas pelukannya lalu meninggalkan Fay yang terpuruk disana…
Fay terbangun dan tersadar kalo semuanya udah berakhir dan nggak ada yang bisa ngerubah waktu itu lagi. Dan sekarang pun ia tak tahu dimana Dio sekarang…
***
Pagi hari di sekolah, Fay berjalan di koridor. Ia hendak berlari namun tangan seseorang menepuknya.
Ryan. Cowok berkulit putih, cakep, dan tentunya naksir Fay ini selalu menemui sang pujaan hatinya setiap saat untuk menarik perhatian Fay, namun tak satu pun sikap Ryan yang membuat Fay menerima cintanya.
"Kenapa, Ry?"
"Nggh, lo entar malam ada acara nggak?" untuk yang kesekian kalinya Ryan mengajak dinner Fay, namun sekian kali juga Fay menolaknya.
"Nggak! Emang kenapa?"
"Mau nggak dinner sama gue?" jantung Ryan udah mau copot, ia takut kalo akhirnya Fay tak mau diajaknya seperti hari-hari kemarin.
"Liat entar deh, kalo nggak sibuk ya? Akhir-akhir ini kan banyak banget ulangan. Entar gue kabarin ya? Dah."
Fay meninggalkan Ryan ke dalam kelasnya, Ryan hanya mendengus pelan, mungkin memang ia harus bersabar untuk menarik perhatian Fay yang susah sekali untuk didekati.
"Fay, lo diajak jalan Ryan lagi ya? Terus lo mau nggak?"Dita langsung menyerbu Fay dengan pertanyaan.
"Gue nggak jawab! Lagipula entar kalo ada ulangan, gimana? Dinner juga nggak penting,"
"Faya Arenita, lo mikirin nggak sih perasaan Ryan yang selalu ngajak elo jalan tapi nggak pernah lo turutin? Apa lo pikir dia nggak kecewa?"
"Kalo soal itu gue nggak nanggung, gue udah nolak dia dan ternyata dia masih nggak ngejauh, ya udah terserah dia."
"Tapi kenapa lo nggak ngebuka hati buat dia sih? Ryan itu baik, Fay. Dia sayang banget sama lo! Sekarang lo pikir deh, untuk apa Ryan terus ngikutin lo? Karena dia pengen cinta dari elo, Fay."
"Gue masih nunggu penjelasan dari Dio, gue nggak mau nerima kata putus dari dia sebelum gue tahu alasan yang sebenarnya dia ninggalin gue." Fay berkata tegas.
"Dio udah menghilang 1 tahun yang lalu, dan mungkin dia udah nggak inget elo lagi," Dita menasehati Fay yang terus-terusan mikirin Dio yang kabur entah kemana.
"Dio mungkin bisa nglupain gue, tapi gue masih berharap banget dia bakal balik… dan nggak akan ada seseorang lagi sebelum Dio menjelaskan semuanya,"
Nggak ada yang bisa ngerubah keputusan Fay, dia akan tetep nunggu Dio menemuinya dan menjelaskan kisah yang sebenarnya belum bener-bener berakhir karena Fay tak pernah menerima kata putus dari Dio.
***
Setiap hari Fay selalu melewati rumah Dio yang dulu, ia berharap bisa bertemu Dio duduk di depan rumahnya lalu melambaikan tangan sambil tersenyum menatapnya, namun tak pernah ia temukan sosok itu dan sering sekali ia melihat bayangan itu tapi sedetik kemudian hilang lagi. Fay selalu menanyakan keberadaan Dio pada tetangga sekitar rumah Dio, tapi nihil yang didapatnya, ia tak pernah mendapat jawaban keberadaan Dio yang sekarang.
Fay kembali ke rumahnya dengan perasaan campur aduk, entah karena capek, atau karena tak menemukan Dio di rumahnya. Seringkali Fay berfikir Dio benar-benar meninggalkannya dan nggak akan kembali. Tapi rasa kepercayaan Fay mengalahkan segalanya, ia akan terus bersabar sampai suatu saat nanti Tuhan akan mempertemukannya dan Fay yakin akan hal itu.
"Dio… aku masih nunggu kamu! Aku nggak akan ngebuka hati aku buat orang lain selain kamu… dan suatu saat nanti, kita bakal ketemu lagi, dan kamu akan memeluk aku, karena hati ini hanya dimiliki oleh satu orang, Cuma kamu…" Fay berkata di jendela kamarnya dan seolah-olah angin akan merekam ucapan Fay dan mengirimkannya pada Dio.
***
Fay dan Dita menelusuri mall selama 1 jam lamanya, mereka mencari buku untuk tugas di sekolah, namun tak juga menemukannya.
Fay menatap lurus seolah-olah ia melihat seorang yang selama ini memenuhi pikirannya. Dio. Fay melihat wajah itu kian berada di book store. Dan Fay yakin, ia tidak mimpi.
Tanpa berpikir panjang lagi dan sebelum orang itu menghilang, Fay menghampiri sosok tegap itu tanpa memberitahu Dita. Ia gugup sekali, takut Dio tak mengingatnya lagi…
"Dio," Fay memanggilnya penuh arti.
Sosok itu berbalik, dan betapa kagetnya saat ia melihat sosok gadis cantik di depannya. Dio pucat seketika melihat Fay melihatnya. Dia pun hendak berlari dari tempat itu.
"Apa kamu tega ninggalin aku lagi, setelah sekian tahun menghilang?" sambar Fay cepat sehingga Dio pun menghentikan langkahnya.
Fay tahu apa yang akan ia lakukan, memeluknya. Di dekapnya cowok itu erat tanpa peduli orang-orang melihatnya. Fay sudah lama tidak mendekap tubuh cowok yang sangat ia cintai.
"Jangan konyol!"Dio berkata sekeras mungkin dan melepas tangan Fay dari tubuhnya. Fay kaget, ia tak menyangka Dio sudah benar-benar melupakannya.
"Dio… kamu nggak kangen sama aku?" suara Fay melirih, menahan rasa sakitnya. Dio terpaku sesaat mendengar suara lembut itu.
"Kita udah nggak ada hubungan apa-apa lagi. Kamu harus ngerti,"
"Apa yang harus aku ngertiin lagi? Aku udah cukup ngerti untuk sabar nunggu kamu, tapi ternyata kamu nggak muncul-muncul untuk nemuin aku. Dan sekarang… aku bener-bener yakin nggak ada lagi aku di hati kamu kan? Kamu nggak mau ketemu aku, kamu ngehindarin aku, kamu nggak mau natap aku, kamu nggak mau aku peluk, itupun udah menjadi bukti aku nggak seberharga sampah yang mungkin malah lebih berarti daripada aku… apa kamu pikir setelah kamu menghilang dari aku, aku nggak bakal nyari kamu?"Fay mulai terisak, ia merasa dirinya sudah tak berarti bagi Dio.
"Jangan nangis! Aku nggak suka cewek cengeng!" Dio menjauh dari Fay seperti waktu Dio memutuskan hubungan dengan Fay 1 tahun yang lalu…
***
Dio masuk ke dalam rumah barunya, Fay melihat dari jauh di balik pohon halaman rumah Dio, Fay mengikuti langkah Dio saat ia keluar dari book store, dan sampailah ia di rumah Dio yang sekarang. Betapa senangnya Fay saat mengetahui dimana Dio tinggal dan ternyata dia baik-baik saja. Meskipun ia tak memperdulikannya…
Fay bertekad untuk menemui Dio di rumahnya, langkahnya pun gontai. Fay tak mau harapannya pupus di tengah jalan hanya karena Dio sudah melupakannya. Sesaat Dio muncul membukakan pintu saat ia mendengar ketukan.
Dio kaget melihat Fay, "Mau apa lagi?" Tanya Dio dingin.
"Aku belum mau berhenti ngejar kamu sebelum tahu apa yang terjadi," jawab Fay tegar.
"Udah nggak penting lagi, Fay. Buat apa kamu terus ngikutin aku? Sampai kapanpun aku nggak akan ngasih alasan apapun! Dan nggak ada alasan yang mesti aku ucap,"
"Dio, aku tahu kamu punya alasan! Jangan kamu pikir aku bodoh, percaya gitu aja sama kamu yang mutusin aku tanpa sebab yang jelas! Kasih tahu aku," jawab Fay cepat.
Sebelum Dio sempat menjawab, tiba-tiba muncul lelaki usia 40-an dan memakai pakaian putih sambil menenteng tas, seorang dokter.
Dio pucat melihat Dokternya itu datang saat Fay ada di rumahnya. Ia sudah tak bisa menyembunyikannya lagi.
"Dio, ini resep obat kamu, kemarin kamu sempat menelpon saya kan? Ya sudah, tebus lagi obatnya." Dokter itu memberikan sebuah resep lalu pergi dari tatapan Dio.
"Kamu sakit?" Fay sempat tertegun melihat resep yang kini Dio pegang.
"Buat apa aku jawab? Lagipula Cuma sakit kepala aja kok, dan ini bukan urusan kamu,"
"Dio! Kenapa kamu nganggep aku kayak orang lain? Aku bukan orang lain…"
"Kalo kamu bukan orang lain, terus siapa? Kamu bukan siapa-siapa aku!!" Dio menjerit.
"Kamu inget, dulu kamu bilang sama aku kalo kita ini akan terus sama-sama… kalo pun kita pisah, kita akan tetep saling menyanyangi… tapi kamu udah ngingkarin janji kamu! Padahal kamu bilang itu saat aku ulang tahun, dan itu permohonan kamu kan? Tapi kenapa kamu boong?" Fay terisak lagi.
Dio diem, betapa ia ingin memeluk tubuh mungil itu namun tak juga mempunyai keberanian. Dia hanya menatap Fay yang semakin terisak.
"Buat apa kamu dulu sayang sama aku, kalo kamu akhirnya akan tega kayak gini? Buat apa???" Fay teriak histeris.
Tangan Dio menarik lengan Fay ke dalam rumah, dia ingin menunjukan sesuatu.
"Kamu baca!"Dio memberikan dua lembar kertas putih pada Fay. Sesaat kemudian Fay terpaku dan membuka mulutnya lebar-lebar, kertas putih itupun jatuh ke lantai.
"Jadi ini? Ini alasan kamu ninggalin aku? Karena kanker otak?" Fay tak bisa lagi untuk tidak meneteskan air matanya yang udah terbendung di pelupuknya.
Dio diem...
"Kamu pengecut! Kenapa kamu nggak ngomong sama aku dari dulu? Kenapa?" Fay menggoyang-goyangkan tubuh Dio yang lemas, karena gadis yang sangat dicintainya kini sudah mengetahui penyakit yang dideritanya.
"Aku nggak mau kamu kasihan ngliat aku dengan keadaan kayak gini,"kata Dio datar.
"Bodoh! Cuma karena itu? Apa kamu juga nggak kasihan sama aku yang terus nunggu selama 1 tahun, hanya demi penjelasan dari kamu?" Fay menjatuhkan lututnya ke lantai dan menangis sepuas hatinya.
"Jangan cengeng, Fay! Aku nggak mau kamu tangisin,"
"Aku nggak nangisin kamu! Aku kecewa sama diri aku sendiri yang baru menyadari kalo... "
Fay tak melanjutkan kata-katanya, tangisnya semakin kenceng. Dio pun mengangkat lengan Fay dan membantunya berdiri.
"Maaf…"Dio memeluk Fay.
Fay menangis dalam pelukan Dio yang erat, dan Fay benar-benar kalut sekarang, ia akan terus bersama Dio atau tidak…?
"Fay, dengerin aku…" Dio berkata halus lalu mengusap air mata Fay yang terus mengalir deras di pipinya, "Kamu jangan nangis lagi ya? Entar kalo aku udah pergi… kamu baru boleh nangis. Tapi jangan--,"
"Diem!!! Aku nggak mau denger itu lagi!" Fay menutup telinganya.
"Maafin aku... aku harus ninggalin kamu, Fay. Meski itu bukan kehendak aku, tapi aku harus terima takdir ini…"
"Dio, percaya sama aku! Kamu nggak akan kemana-mana, kamu akan tetep disini sama aku! Kita udah janji untuk saling sama-sama, untuk--,"
"Sssstt…"Dio menaruh jari telanjuknya di bibir Fay. "Jangan terlalu berharap banyak, Fay. Belum saatnya…" potong Dio lirih dengan mata yang berkaca-kaca.
"Harusnya kamu bilang sama aku dari dulu! Tapi kenapa kamu ngerahasiain ini semua dari aku? Apa aku nggak berhak tahu?"
"Aku nggak mau kamu ikut repot! Aku pengen kamu bahagia sama cowok yang nggak pernyakitan kayak aku… nggak pantes! Kamu udah nggak pantes deket-deket aku lagi, Fay."
"Nggak! Asal kamu tahu aja, aku nggak pernah punya hubungan sama cowok lagi setelah sama kamu! Aku nggak mau posisi kamu di hati aku tergeser sama orang lain,"
Dio mencium kening Fay, dia benar-benar beruntung memiliki seseorang yang sangat mencintainya.
"Aku tahu… tapi kamu nggak tahu, setiap hari aku selalu ngikutin kamu kemana pun kamu pergi. Ke sekolah, jalan-jalan sama Dita, dan aku nggak pernah liat kamu sama cowok. Malahan kamu selalu lewat depan rumah aku yang dulu saat kamu pulang sekolah. Aku lihat kamu waktu itu duduk di jendela sambil neriakin nama aku… aku tahu semuanya, Fay." Jelas Dio details dari yang ia ketahui.
Fay melongo, ia tak menyangka Dio mengikutinya, "Aku tahu kamu masih sayang sama aku, tapi kamu janji ya nggak akan ninggalin aku?"
"Iya, aku akan terus ada di samping kamu, jadi aku bisa liat anak kamu nanti, terus aku bakal tersenyum liat kamu sama suami kamu, tapi aku hanya bisa liat dari surga." Jawab Dio tersenyum pada Fay.
"Kenapa kamu ngomong gitu sih? Apa kamu emang kepingin jauh dari aku? Aku nggak mau kamu ngrelain aku buat orang lain,"
"Fay, suatu saat pasti kamu punya suami… kamu hidup sama dia, sedangkan aku nggak, aku nggak bisa kayak kamu yang hidup lama…"
"Aku bilang kamu jangan ngomong itu! Kamu nggak boleh putus asa, Dio. Semuanya akan baik-baik aja…"
Dio mengembangkan senyumnya pada Fay yang terus saja terisak. Tapi nggak lama setelah itu, Dio memegangi kepalanya yang terasa berguncang hebat. Ia benar-benar tak bisa menahannya lagi.
"Dio… kamu kenapa? Kamu nggak bercanda kan? Dio…" Fay menutup mulutnya dan air matanya pun semakin deras melihat kekasihnya meraung-raung kesakitan, "Dio, obat kamu mana?! Cepetan kasih tahu aku! Dimana?" Fay mulai gelisah.
"Nggak, Fay! Obat aku sebenernya udah habis. Makanya dokter tadi nganterin resep obat yang mesti aku tebus. Tapi aku belum ke apotek kan? Aku…aku…" rasa sakit kepala Dio sudah tak bisa dikendalikan lagi, tanpa obat.
"Sekarang aku harus nebus!" Fay dengan cepat meraih resep yang tergeletak di meja. Tapi Dio mencegahnya.
"Ngapain kamu? Udah nggak ada waktu lagi! Apotek jauh, Fay!"
"Kalo gitu aku telpon Dokter!" Fay beranjak menelpon Dokter yang tadi menemui Dio.
"Aaaaaa... "
Fay menoleh, dilihatnya Dio kejang-kejang, ia langsung berlari memeluk Dio tapi tak mungkin, Dio sekarat. Dio…
"Kamu sabar ya… aku udah nelpon dokter," Fay berkata di sela-sela tangisnya.
***
Fay menghampiri Dio yang kini terbaring di rumah sakit, ia sudah sadar, dan Dio kini sudah bisa melihat Fay lagi.
"Dio…" Fay merintih.
Dio tersenyum.
"Bisa-bisanya kamu senyum dengan keadaan kamu kayak gini!" Fay membentak lirih, "Inget. Kamu jangan tinggalin aku, kalo kamu ninggalin aku, aku nggak akan maafin kamu!"
"Itu berarti kamu marah sama Tuhan, bukan sama aku!"
Fay menghela nafas… lalu mengeluarkannya.
"Dio, kata dokter kamu… kamu bisa selamat Asalkan kamu mau ya di ope..ra…si,"
"Itu nggak akan pernah aku lakuin! Aku nggak mau lupa sama kamu, sama kenangan kita, Fay. Biarin aku mati, tapi aku masih bisa inget kenangan kita."
"Dio… aku janji, kalo aku bakal ngingetin kamu terus! Aku akan sabar, tapi kamu mau ya? Please… untuk aku?" Fay terus membujuk Dio.
"Fay, aku nggak akan mau. Kamu mungkin bisa ngomong gitu. Tapi kalo aku nggak bisa inget? Aku nggak mau jadi beban buat kamu…"
"Tapi apa kamu tega, ninggalin aku?"
Dio meraih tubuh Fay dan memeluknya erat. Mungkin ini adalah pelukan terakhirnya…
"Aku sayang kamu, Fay!" kata Dio masih memeluknya
"Aku juga, Dio. Kamu jangan pergi ya? Aku nggak bisa jauh dari kamu... "
Namun pelukan itu tiba-tiba terlepas, dan Fay pun bisa merasakannya. Betapa terkejutnya ia saat melihat Dio yang tak tersadar, Fay mendekatkan telinganya di dada Dio, tak terdengar lagi detak jantungnya. Berarti...
Fay menjerit, ia lalu pingsan dan terjatuh tepat di atas tubuh Dio.
***
Tepat 1 tahun kematian Dio, dan Fay pun pergi ke pemakaman tempat ia dimakamkan.
"Pagi, Dio… kamu masih inget nggak permohonan kamu yang kamu ucapin waktu ulang tahun aku? Kamu minta supaya kamu bisa sama-sama aku terus. Dan kamu inget nggak, kamu pernah ngasih kado kalung buat aku... aku masih simpen, tapi... aku kembaliin ya? Mungkin dengan kayak gini, aku bisa tenang. Kamu tahu nggak, aku lulus! Barusan aja aku liat pengumuman. Dio … kalo aja, kamu sekarang di deket aku, pasti aku sama kamu lagi ngerayain kelulusan kita..." kata Fay lalu meletakkan kalung yang dibawanya di atas gundukan tanah itu.
"Makasih atas semuanya!" Fay meninggalkan pemakaman Dio dan masuk ke dalam mobilnya…

***
End

Penulis,

Nama : Titian Ratna Gumilang
Email : iand.pinky@yahoo.com
Facebook : kupu10@yahoo.com
Alamat : Jl. Logawa Barat No. 344 Cilacap
Donan - Jateng
53222





Kamis, 16 September 2010

Cerita cintaku

Cerita cintaku


Cara Daftar Yahoo Koprol

Posted: 15 Sep 2010 05:32 AM PDT

Cara Daftar Yahoo Koprol. Sebelumnya saya pernah menulis tentang yahoo koprol, disana kita membahas situs social networking yang awalnya adalah milik salah satu perusahaan Indonesia dan kemudian dibeli oleh yahoo. Hal tersebut membuat yahoo koprol berkembang lebih pesat.

Nah pada kesempatan ini, saya ingin menuliskan tentang bagaimana cara mendaftar yahoo koprol ini. Karena ada seorang teman cerita cinta yang bertanya tentang hal tersebut. Sebenarnya caranya cukup mudah, silahkan lihat di bawah ini...

Cara Daftar Yahoo Koprol
Cara Daftar Yahoo Koprol

- Langsung kunjungi situs yahoo koprol disini

- Isi data-data yang dibutuhkan seperti username, password, gender dan lainnya.

- Selanjutnya klik tulisan check in, pada menu Type Your Current Location (masukkan lokasi kamu) klik search, kemudian akan muncul beberapa pilihan nama kota kamu, lalu pilih salah satunya.

- Apabila sudah, kamu sudah siap menjadi member atau user dari koprol.com.

Oya, kita harus menggunakan email yahoo untuk mendaftar tersebut, untuk mendapatkan email yahoo kamu harus membuatnya terlebih dahulu di yahoo. Saya kira teman-teman sudah tahu bagaimana cara membuat emailnya. Silahkan mencoba...


Jumat, 10 September 2010

Cerita cintaku

Cerita cintaku


Cerpen - INDAHNYA MASA KECIL

Posted: 09 Sep 2010 02:53 PM PDT

Cerpen - INDAHNYA MASA KECIL. Hallo teman-teman cerita cinta, yang pertama saya ingin mengucapkan Minal Aidzin Wal Fa Idzin, mohon maaf lahir dan batin, karena tapat pada hari ini kita (umat muslim) merayakan hari yang paling ditunggu-tunggu oleh seluruh umat muslim, yaitu Idul Fitri. Ok, pada kesempatan kali ini saya ingin menyebarkan tulisan yang telah dikirim oleh salah satu teman cerita cinta yang bernama Titian Ratna Gumilang, silahkan baca tulisan yang menarik ini.

INDAHNYA MASA KECIL

Malam yang sunyi dengan angin yang dingin seraya menemani dua anak kecil berusia 6 tahunan yang sedang menikmati keindahan bintang.
"Kinan, kalo udah gede mau jadi apa?" Feri bertanya sambil menatap Kinan.
"Kalo aku mau jadi pilot!"
"Yang jadi pilot itu kan laki-laki, kamu kan perempuan! Mending kamu jadi perawat aja deh! Jadi perawat nenekku."
"Aku maunya jadi pilot! Aku nggak mau jadi perawatnya nenek kamu!" Kinan memonyongkan bibirnya ke depan, "Emangnya kamu mau jadi apa?"
"Aku mau jadi orang yang berguna di dunia ini. Bisa nyenengin Mamah, Papah, Nenek, kamu pasti besok juga bangga punya temen kayak aku."
"Ok, janji ya kamu bakal ngebanggain aku? Awas kalo boong!" kata Kinan sambil menggepalkan tangannya.
"Iya deh, kamu juga janji ya akan terus sama-sama aku sampe gede… jadi aku bisa buktiin ke kamu kalo aku bisa jadi yang terbaik…" Feri tersenyum pada Kinan lalu keduanya sama-sama mengangkat kelingking mereka, "Oh iya, kamu mau nggak jadi pacar aku? Jadi… kita akan terus bareng sampe gede nanti… kayak Mamah sama Papah aku…."

Cerpen - INDAHNYA MASA KECIL

"Okey, kita pacaran yah…" Kinan menggenggam tangan kecil Feri.
***

Lamunan Kinan buyar saat Nina, sahabatnya duduk di samping kirinya dan menawarkan segelas soft drink.
"Lo nggak ada kuliah hari ini?" tanya Nina sambil meneguk soft drink-nya.
Kinan menggeleng pelan.
"Kok masuk sih?"
"Males di rumah, mending ke kampus aja."
Lama-lama keduanya diam...
"Nin, menurut lo janji masa kecil itu masih berlaku nggak sekarang?" Kinan menatap Nina dan berharap ia mau memberi jawaban.
"Cie... teringat sama kisah masa kecil," goda Nina menyenggol lengan Kinan.
"Gue serius nih, Nin! Masih berlaku nggak?"
"Nggak mesti, lagipula itu kan udah berlalu... eh, emang siapa sih yang lo maksud?"
"Temen kecil gue! Dia pernah janji, dia bakal ngebuat gue bangga kalo udah gede. Tapi... nggak lama setelah dia ngucapin janji itu, dia ke luar negeri. Padahal dia sendiri yang nyuruh gue janji untuk selalu sama-sama dia, eh malah dia yang ninggalin gue, bahkan dia itu nembak gue. Dengan seenaknya karena masih kecil, gue jawab iya aja." Kinan menceritakan masa kecilnya pada Nina sambil tersenyum sendiri.
"Oww... So Sweet. Terus selama pisah, komunikasi kalian masih nggak?"
"Nggak tuh. Namanya juga masih kecil, 6 tahun gila! Masa, sekecil gitu udah bisa ngirim gue e-mail?"
"Iya juga sih eh, gue masuk dulu ya? Ada kuliah nih. Bye,"
***
Kinan membawa nampan berisi bakso dan segelas orange juice untuk ia lahap karna perutnya sedari tadi sudah minta untuk diisi. Dengan extra hati-hati ia membawa nampan itu, ketika Kinan hendak duduk, bola basket melayang ke arahnya dan nampannya pun tumpah ke lantai. Kinan menganga dan mendesah.
"Aduh-aduh sori, gue nggak sengaja. Tiba-tiba bola basket... "
"Stop-stop! Gue nggak butuh alasan, sekarang bersihin nih piring-piring! Awas kalo sampe nggak bersih!" potong Kinan lalu memesan lagi menu yang sama dan dibawanya ke meja tadi. Dilihatnya cowok itu sambil membersihkan kuah yang tumpah.
"Udah bersih! Asal lo tahu ya…"
"Oh, udah bersih yah? Thank deh. Udah untung lo nggak gue suruh ngganti nih makanan," potong Kinan lagi sambil melahap baksonya.
"Lo kira gue nggak mampu bayar semua makanan lo? Gue beli kantin ini pun sanggup! Sialan!" cowok itu ngacir meninggalkan Kinan yang tersenyum puas.
Setelah jam kuliah Nina selesai, Kinan menghampiri bocah itu yang lagi ngobrol dengan seorang cowok.
"Hei!" sapa Kinan pada Nina, lalu tatapannya beralih pada cowok di samping Nina yang ternyata cowok yang numpahin makanannya barusan.
"Lo lagi?" mereka hampir berbarengan.
"Lo kenal sama cowok ini?" Kinan beralih pada Nina yang tidak tahu letak persoalannya.
"Dia saudara tiri gue, namanya Eri. O ya Er, kenalin ini sahabat gue namanya Kinan," Nina memperkenalkan Eri pada Kinan.
"Kinan???" raut wajah Eri berubah saat mendengar nama Kinan.
"Kenapa? Lo kaget nama Kinan itu bagus?" Kinan tak mau kalah.
"Perasaan gue tadi nggak ngomong bagus? Aneh aja ada nama lucu," jawab Eri.
"Sssstt… kalian kenapa sih? Udah pada kenal ya? Nan, ini loch yang namanya Eri yang waktu itu gue ceritain. Mamahnya Eri itu Mamahnya gue sekarang. Dan dia baru aja pulang dari luar negeri trus nglanjutin kuliah disini,"
Kinan hanya mengangkat bahunya, lalu duduk di sebelah kanan Nina.
"Eh, lanjutin yang tadi donk!" desak Nina pada Kinan.
"Yang mana?"
"Cerita masa kecil lo!"
"Apa???" tiba-tiba Eri histeris dan menatap kedua cewek cantik itu.
"Urusan apa lo?" tanya Kinan galak.
"Geer amat sih lo! Eh, gue latihan dulu ya, Nin? Entar gue tunggu lo selesai kuliah deh." Ucapnya pada Nina.
Nina hanya tersenyum lalu beralih lagi pada Kinan, "Lo ada apa sih sama Eri?"
"Dia itu udah numpahin makanan gue tadi waktu di kantin! Nggak mau minta maaf lagi! Pake ngatain gue segala!" Kinan menceritakan setengah sebal.
"Oh, itu sih biasa! Eri emang anaknya kayak gitu, katanya sih semenjak Neneknya meninggal, terus ditambah lagi Papahnya selingkuh, ortu mereka akhirnya cerai dan nyokapnya menikah sama bokap gue. Dia jadi sering ngerokok,"
"Gue nggak mikiirin!"
***

Nina berada di mobil Eri, keduanya hanya diam, bingung harus memulai pembicaraan apa. Nina juga tidak begitu dekat dengan Eri. Baru juga ketemu satu minggu yang lalu
"Nin, Kinan itu sahabat lo?" Eri membuka pertanyaan.
"He-eh, dia temen gue sejak SMA."
"Dia punya cerita masa kecil? Ha…ha… tadi gue denger awal-awalnya."
Nina tertawa, "Iya, dia juga sempet nanya ke gue kalo janji masa kecil itu masih berlaku nggak sekarang, terus katanya dia ditembak sama temen kecilnya itu,"
Tiba-tiba aja Eri nge-rem mendadak. Nina pun melongo, "Ada apa, Er?"
"Enggak!" Eri seperti menyembunyikan sesuatu.
"Lo udah kenal Kinan sebelum gue ya?" Nina menyelidik.
Eri diam, Nina pun semakin bingung dengan tingkah Eri.
"Lo kenapa sih, Er? Naksir sama Kinan ya? Tenang aja gue bantuin deh."
"Bukan gitu, sebenernya……"
***

"KINAN!!!" Nina beteriak memanggil Kinan sambil berlari menghampirinya. semua orang pun menoleh pada Nina. Kinan pun terkejut melihat tingkah sahabatnya ini.
"Kenapa sih lo?"
"Nih liat, ada bingkisan buat lo! Cepet buka deh, siapa tahu aja dari temen kecil lo, " Nina bener-bener bersemangat menyuruh Kinan membuka bingkisan itu.
"Ngaco lo! Mana mungkin Feri bisa tahu kampus gue?"
"Udah cepet buka,"
Perlahan-lahan Kinan membuka kado itu, di lihatnya sebuah pesawat-pesawatan kecil. Kinan tersenyum, lalu ia mengambil memo yang berada di dalam kotak itu.

" Eh masih inget gue nggak? Ehm, sekarang lo masih pengin nggak jadi pilot, Nan? Gue tunggu lo di atap gedung kampus, sekarang!"

Kinan termenung, sebenernya ia sudah yakin kalo Feri lah yang mengirimkan semua ini. Siapa lagi yang tahu kalo dirinya dulu ingin sekali menjadi pilot?
"Iya kan?" Nina mengagetkan Kinan.
"Eh, lo kok tahu kalo ini dari temen kecil gue?"
Nina celingukan lalu menggaruk-garuk kepalanya, "Gue nggak tahu apa-apa kok,"
"Pasti ada sesuatu nih!" selidik Kinan.
"Nggak! Udah sana lo pergi ke atap,"
"Tuh kan! Buktinya lo tahu isi suratnya Feri, hayo… lo pasti dalangnya ya?"
"Oppss… hehe… cepet!!!" Nina mendorong Kinan lalu meninggalkannya.
***
Kinan kini sudah berada di atas atap kampus, tapi tak ada siapa-siapa disini. Kinan cemberut, harapannya pupus lagi untuk bertemu dengan Feri.
"Pasti Nina ngerjain gue, mana mungkin dia bener-bener dateng?" gumam Kinan hampir meneteskan air matanya.
"Siapa bilang?" terdengar suara cowok yang membuat Kinan ingin berbalik dan mengetahui siapa yang kini berada di belakangnya.
Namun, setelah Kinan berbalik, betapa kagetnya ia saat melihat seseorang yang sangat ia kenal berdiri di depannya. Eri.
"Ngapain lo disini?" Kinan merasa dirinya telah dipermainkan oleh Nina dan Eri.
"Mau nemuin temen kecil gue, opps… salah, maksudnya mau nemuin pacar kecil gue!" jawab Eri yang membuat Kinan menatapnya sengit.
"Lo pikir gue mau diboongin sama lo? Ini pasti kerjaan Nina kan? Dia pasti nyuruh lo untuk ngaku-ngaku jadi Feri, biar gue seneng?"
"Nan, gue bener-bener nggak tahu kehadiran gue bisa buat lo seneng. Maafin gue yang dulu pergi ninggalin lo, padahal gue punya janji untuk ngebuat lo bangga. Tapi gue pikir, udah nggak ada harapan lagi untuk nge-raih cita-cita gue, karna… nenek, nyokap-bokap gue udah nggak ada yang bikin gue ngebanggain mereka. Dan gue pikir, lo juga pergi ninggalin gue dan nggak inget lagi sama masa kecil kita… tapi ternyata gue salah, lo masih setia nunggu gue, dan gue ngajak lo kesini biar bisa liat bintang kayak dulu saat kita sama-sama ngucapin janji, meskipun ini siang tapi lo pasti bisa liat pesawat itu kan?" tangan Eri menunjuk kearah pesawat yang melintas di atas.
Kinan tak menjawab, ia hanya menunduk.
"Dari awal gue denger nama lo, gue jadi inget sama Kinan kecil yang dulu selalu main sama gue, bahkan waktu gue main sepak bola pun lo ikut-ikutan, meskipun jatuh!"
Kinan sadar, ia belum menceritakan semua ini pada Nina, jadi ia tak punya alasan untuk menuduh Eri atau Feri yang bukan-bukan.
"Kenapa lo ke luar negeri?" suara Kinan bergetar.
"Nyokap sama Bokap cerai, dan gue disuruh ngikut Nyokap. Lo tahu kan gue sayang banget sama mereka berdua? Pas gue tahu mereka bakal pisah, gue kalut banget, makanya gue nggak sempet pamit sama lo,"
"Lo Feri kecil gue?" Kinan menatap Eri mengelus wajahnya.
"Dan lo Kinan kecil gue?"
"Mana janjinya? Katanya mau ngebuat gue bangga?" tagih Kinan.
"Emmh, nih!" Eri mengeluarkan kristal berbentuk love dan bertuliskan 'I LOVE YOU'.
Kinan melongo.
"Meski ini nggak bikin bangga, tapi ini bisa bikin lo melongo!"
"Enak aja!" Kinan memukul lengan Eri.
" Eh, kalo dipikir-pikir kita sebenernya belum putus sejak umur 6 tahun lalu. Kita masih pacaran loh,"
"Emangnya iya? Dari dulu gue nggak pernah ngerasain pacaran sama lo,"
Eri tersenyum.
"Hmmm… Jadi jawabannya apa?"
"I love you too,"
Mereka tertawa di sela-sela tangis, lalu Eri mendekap tubuh Kinan dan mengayun-ayunkannya. Di saat itu juga, Nina datang sambil meniupkan terompet.
"Selamat ya? Ternyata Feri kecilnya Kinan itu Eri saudara gue! Kalo tahu gitu sih, gue kenalin Eri dari dulu aja biar Kinan nggak ngelamun terus!"
Mereka bertiga tertawa lepas, mereka semua telah menemukan kebahagiaan disana.
***
END
========

Penulis >>>

Nama : Titian Ratna Gumilang
Email : iand.pinky@yahoo.com
FB


Create a Meebo Chat Room
Cinta © 2008 Por *Templates para Você*